Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu

Menurut Sardjono (1997, hal. 21) mengklasifikasikan ketunarunguan sebagai berikut :
A.   Berdasarkan bagian alat pendengaran.
Klasifikasi ketunarunguan berdasar pada bagian alat pendengarannya yang rusak dapat dijelaskan kembali menjadi tiga bagian , yaitu tuna rungu konduktif, tuna rungu perseptif, dan gejala tuna rungu campuran (kombinasi ketunarunguan konduktif dan perseptif).

B.   Berdasarkan kelainan pendengaran.
Kelainan jenis ini terbagi atas tiga jenis yaitu kelainan pendengaran conductive lassessensory neural or perceptive losses, dan central deafness.

C.   Berdasarkan gradasi atau tingkatan.
Kelainan jenis ini di bagi lagi menjadi enam bagian pada etiologis, anatomi dan fisiologis ukuran nada . Tuna rungusangat ringan (0-25 dB), tuna rungu rimgan (30-40dB),tuna rungu sedang (40-60 dB), tuna rungu berat (60-70 dB),  tuli berat (70 dB dan lebih parah ), dan pada tingkatan paling akut atau total deafness (tuli total).

D.   Berdasarkan kemampuan mengerti bahasa.
Kelainan ini berdasarkan pada kemampuan mengerti bahasa dan bicara yaitu 10-20 dB (normal) tidak ada hubungan dengan gangguan bicara dan bahasa.  20-35 dB (mild hearing impairment) tidak ada hubungan dengan gangguan bahasa. Tapi mungkin perkembangan bahasa menjadi terlambat. 35-55 dB (mild to moderate hearing impairment) ada beberapa kesulitan artikulasi, perkembangan kata mungkin tidak sempurna. 55-70 dB (moderate hearing impairment) artikulasi dan suara tidak baik dan perbendaharaan kata mungkin tidak sempurna. 70-90 dB (severe hearing loss) artikulasi dan kualitas suara tidak baik. Kalimat dan aspek-aspek bahasa tidak sempurna. 90 dB atau lebih (severe to profound hearing impairment) ritme bicara, suara dan artikulasi tidak baik, bicara dan bahasa harus dikembangkan secara intensif dan seksama. 100 dB atau lebih (profound hearing impairment) sangat perlu bantuan tentang keberadaan pendengarannya, tapi tidak perlu bantuan pengembangan bicara melalui pendengaran.

            Menurut Uden (1997) dalam Murni Winarsih (2007, hal. 26) kita dapat membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga bagian yaitu :
A.   Berdasarkan saat terjadinya.
Klasifikasi ini berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, diantaranya terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu ketunarunguan bawaan dan ketunarunguan setelah lahir.Yang dimaksud dengan ketunarunguan bawaan adalah keadaan ketunarungguan disandang ketika anak lahir sudah menyandang tuna rungu  dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi. Sedangkan ketunarunguan setelah lahir artinya terjadi ketunarunguan setelah anak lahir dan diakibatkan oleh kecelakaan atau oleh suuatu penyakit.

B.   Berdasarkan tempat kerusakan.
Klasifikasi ini terbagi kembali menjadi dua , yaitu kerusakan pada telinga luar dan telinga tengah atau yang sering disebut bagian konduktif yang mengakibatkan menjadi tuli konduksi, dan yang kedua adalah pada bagian telinga dalam yang menyerang pada bagian sensori neural yang mengakibatkan kerusakan pendengaran pada bagian persepsinya atau yang sering disebut tuli sensoris.

C.   Berdasarkan taraf penguasaan bahasa.

Kalsifikasi ini membagi ketunarunguan menjadi dua, yaitu tuna rungu pra bahasa dan purna bahasa. Ketunarunguan pra bahasa adalah ketunarunguan yang terjadi pada mereka yang mengalami tuna rungu ketika belum terkuasainya bahasa. Sedangkan tuli purna bahasa adalah ketunarunguan yang terjadi setelah mereka mengenal bahasa dan telah menguasainya dan telah menerapkannya dalam kehidupannya yang berlaku dilingkungannya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu"

Posting Komentar

Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design