Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi Pada Penyandang Tuna Wicara Dan Tuna Rungu

Edja Sajaah dan Darjo Sukarja (1995, hal. 48), berpendapat bahwa “Pada umunya pendengaran anak tuna rungu berpengaruh terhadap kemapuan berbahasanya, antara lain: Miskin dalam kosakata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan yang mengandung kiasan, sulit mengartikan kata- kata abstrak kurang menguasai irama dengan gaya bahasa”.
Dari ketunarunguan terjadi hambatan pada anak dalam pendidikannya, yaitu:
  1.    Konsekuensi akibat gangguan pendengaran atau tuna rugu tersebut bahwa penderitaannya akan mengalami kesulitan dalam menerima segala macam rangsang atau peristiwa bunyi yang ada di sekitrnya.
 2. Akibat kesulitan menerima rangsang bunyi, konsekuensinya penderita tuna rungu akan mengalami kesulitan pula dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang terdapat di sekitarnya. (Mohammad Efendi, 2006, hal. 72).


Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kehilangan pendengaran bagi seseorang sama halnya mereka telah kehilangan sesuatu yang berarti, sebab pendengaran merupakan kunci utama  untuk dapat meniti tugas perkembangan secara optimal. Usaha yang mungkin akan mendorong anak tunarungu  dapat bersekolah dengan cepat adalah mengikuti pendidikan pada sekolah normal dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Mendeteksi Ketunarunguan

Sardjono (2000, hal. 48)  menjelaskan ada beberapa cara untuk mendeteksi terjadinya kelainan pendengaran seseorang. Ada pun tes-tes yang diberikan untuk mengetahui kelainan tersebut antara lain :
A.  Tes bisik (Whisper test).
Tes ini dilakukan dengan dilakukan di tempat yang tenag , jarak anak dan pemeriksa antara 5 atau 6 meter , memeriksa dahulu telinga bagian kanan lalu telinga dihadapkan ke arah pemeriksa dan pemeriksa membisikan kata-kata yang harus diterima anak.
B.  Tes detik jam.
Tes ini dilakukan dengan cara mendengarkan detik jam tangan dan menghitung jarak dimana anak tersebut tidak bisa mendengar detik jam tersebut, dilakukan secara bergantian pada kedua telinga secara bergantian lalu membandingkan dengan pemeriksa (pendengaran pemeriksa harus normal).
C.  Tes suara.
Tes ini dilakukan apabila tidak bisa dilakukannya pengetesan pendengaran dengan melakukan tes pertama dan kedua. Tes ini dilakukan dengan cara memanggil anak itu dari belakang atau membunyikan sesuatu dari arah belakang anak , seperti suara bel, suara pecahan piring dan lain lain.
D.  Tes mendengar suara.

Tes ini dilakukan dengan cara pemeriksaan bunyi binatang seperti kambing, ayam, sapi, harimau dan lain lain. Dan kemudian anak diharuskan untuk menyebutkan nama nama binatang tersebut.

Cobalah teman-teman melakukan tes ini pada diri sendiri, dan temukan sendiri jawabanya :)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Klasifikasi Penyandang Tuna Rungu

Menurut Sardjono (1997, hal. 21) mengklasifikasikan ketunarunguan sebagai berikut :
A.   Berdasarkan bagian alat pendengaran.
Klasifikasi ketunarunguan berdasar pada bagian alat pendengarannya yang rusak dapat dijelaskan kembali menjadi tiga bagian , yaitu tuna rungu konduktif, tuna rungu perseptif, dan gejala tuna rungu campuran (kombinasi ketunarunguan konduktif dan perseptif).

B.   Berdasarkan kelainan pendengaran.
Kelainan jenis ini terbagi atas tiga jenis yaitu kelainan pendengaran conductive lassessensory neural or perceptive losses, dan central deafness.

C.   Berdasarkan gradasi atau tingkatan.
Kelainan jenis ini di bagi lagi menjadi enam bagian pada etiologis, anatomi dan fisiologis ukuran nada . Tuna rungusangat ringan (0-25 dB), tuna rungu rimgan (30-40dB),tuna rungu sedang (40-60 dB), tuna rungu berat (60-70 dB),  tuli berat (70 dB dan lebih parah ), dan pada tingkatan paling akut atau total deafness (tuli total).

D.   Berdasarkan kemampuan mengerti bahasa.
Kelainan ini berdasarkan pada kemampuan mengerti bahasa dan bicara yaitu 10-20 dB (normal) tidak ada hubungan dengan gangguan bicara dan bahasa.  20-35 dB (mild hearing impairment) tidak ada hubungan dengan gangguan bahasa. Tapi mungkin perkembangan bahasa menjadi terlambat. 35-55 dB (mild to moderate hearing impairment) ada beberapa kesulitan artikulasi, perkembangan kata mungkin tidak sempurna. 55-70 dB (moderate hearing impairment) artikulasi dan suara tidak baik dan perbendaharaan kata mungkin tidak sempurna. 70-90 dB (severe hearing loss) artikulasi dan kualitas suara tidak baik. Kalimat dan aspek-aspek bahasa tidak sempurna. 90 dB atau lebih (severe to profound hearing impairment) ritme bicara, suara dan artikulasi tidak baik, bicara dan bahasa harus dikembangkan secara intensif dan seksama. 100 dB atau lebih (profound hearing impairment) sangat perlu bantuan tentang keberadaan pendengarannya, tapi tidak perlu bantuan pengembangan bicara melalui pendengaran.

            Menurut Uden (1997) dalam Murni Winarsih (2007, hal. 26) kita dapat membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga bagian yaitu :
A.   Berdasarkan saat terjadinya.
Klasifikasi ini berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, diantaranya terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu ketunarunguan bawaan dan ketunarunguan setelah lahir.Yang dimaksud dengan ketunarunguan bawaan adalah keadaan ketunarungguan disandang ketika anak lahir sudah menyandang tuna rungu  dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi. Sedangkan ketunarunguan setelah lahir artinya terjadi ketunarunguan setelah anak lahir dan diakibatkan oleh kecelakaan atau oleh suuatu penyakit.

B.   Berdasarkan tempat kerusakan.
Klasifikasi ini terbagi kembali menjadi dua , yaitu kerusakan pada telinga luar dan telinga tengah atau yang sering disebut bagian konduktif yang mengakibatkan menjadi tuli konduksi, dan yang kedua adalah pada bagian telinga dalam yang menyerang pada bagian sensori neural yang mengakibatkan kerusakan pendengaran pada bagian persepsinya atau yang sering disebut tuli sensoris.

C.   Berdasarkan taraf penguasaan bahasa.

Kalsifikasi ini membagi ketunarunguan menjadi dua, yaitu tuna rungu pra bahasa dan purna bahasa. Ketunarunguan pra bahasa adalah ketunarunguan yang terjadi pada mereka yang mengalami tuna rungu ketika belum terkuasainya bahasa. Sedangkan tuli purna bahasa adalah ketunarunguan yang terjadi setelah mereka mengenal bahasa dan telah menguasainya dan telah menerapkannya dalam kehidupannya yang berlaku dilingkungannya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Faktor-Faktor Penyebab Tuanarungu & Tunawicara

Menurut Sardjono (1997, hal. 10-20) menjelaskan faktor-faktor penyebab ketunarunguan anak, yaitu sebagai berikut:

A.  Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (Pre Natal)
Faktor-faktor penyebab ketunarunguan ketika anak belum dilahirkan diantaranya karena faktor keturunan (Hereditas), cacat air atau yang biasa disebut campak (Rubella, Geuman measles), terjadinya keracunan darah (Toxaemia), penggunaan obat-obatan yang melampaui batas seperti penggunaan pilkina dalam jumlah yang besar, kekurangan oksigen (Hipoxia), dan terjadi karena kelainan pada organ pendengaran sejak lahir.

B.  Faktor-faktor saat anak dilahirkan (Natal). 
Faktor-faktor penyebab ketunarunguan pada saat anak dilahirkan diantaranya karena faktor Rheus (Rh) ibu dan anak yang sejenis, anak yang lahir sebelum waktunya (pre mature), anak lahir menggunakan alat bantu tang (forcep), dan proses kelahiran yang terlalu lama dapat mengakibatkan anak menjadi tuna rungu.

C.  Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (Past Natal). 
Faktor-faktor penyebab ketunarunguan ketika anak sudah dilahirkan diantaranya karena terjadinya infeksi pada bagian-bagian organ pendengarannya, peradangan pada selaput otak (Meningitis), tuna rungu perseptif yang bersifat keturunan, dan Otitis media yang kronis dapat mengakibatkan terjadinya ketunarunguan.

Faktor-faktor Penyebab Tuna Wicara

Sardjono juga memaparkan faktor yang bisa menyebabkan tuna wicara diantaranya karena tekanan darah yang terlalu tinggi (Hipertensi), faktor genetik atau keturunan dari orangtua, keracunan makanan, penyakit Tetanus Neonatorum yang menyerang bayi pada saat bayi baru lahir, biasanya karena pertolongan persalinan yang tidak memadai, dan penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas (Difteri).
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pengertian Gangguan Komunikasi dan Wicara

Proses mendengar sangat mempengaruhi pembentukan bunyi bahasa, karena proses berbicara dimulai dari mendengarkan lalu dilanjutkan ke sistem pada otak sehingga kita dapat mengerti dan dapat menyampaikan makna yang diungkapkan. Proses berbicara melalui proses fonasi, respirasi, artikulasi, resonansi (Point Of ArticulationManner Of Artikulation), dan pada keharmonisan motorik yaitu pada setiap kesiapan penggunaan bagian organis, motoris, fisiologis dalam persiapan produksi bunyi. Proses mendengar sangat mempengaruhi pembentukan bunyi bahasa, karena proses berbicara dimulai dari mendengarkan lalu dilanjutkan ke sistem pada otak sehingga kita dapat mengerti dan dapat menyampaikan makna yang diungkapkan. Proses berbicara melalui proses fonasi, respirasi, artikulasi, resonansi (Point Of ArticulationManner Of Artikulation), dan pada keharmonisan motorik yaitu pada setiap kesiapan penggunaan bagian organis, motoris, fisiologis dalam persiapan produksi bunyi.
Moories (1991) menjabarkan bahwa “A deaf person is one’s hearing disabled to an extend usually 70 dB ISO or greater thet precludes the understanding of speech through the ear alone, with or without the use of hearing disabled to an extend (usually 35-69 dB ISO) thar make difficult but he does the understanding a speech through the ear alone, without or with a hearing aid”.
Lebih lanjut Sardjono (1997, hal. 7) mengatakan bahwa “ Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai belajar bicara karena suatu gangguan pendengaran, suara, dan bahasa seolah-olah hilang”.
Lebih lanjut Pernamari Somad dan Tati Herawarti (1996, hal. 27) mennyatakan bahwa “Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat mengguankan atal pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks”.
Sedangkan sebagian tuna wicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/lahir, yang karenanya tidak dapat menangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami ganguan pada alat suaranya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak penyandang tuna rungu dan tuna wicara adalah individu  yang kehilangan kemampuan untuk mendengar baik sebagaian maupun seluruhnya yang mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari dan juga tidak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan Dasar Hukumnya

Pada hakikatnya dihadapan Tuhan semua manusia sama dan tidak terkecuali dengan para penyandang cacat atau anak berhebutuhan khusus. Mereka juga mempunyai hak dan kewajiban.  Dalam undang-undang telah diatur hak dan kewajiban mereka seperti:

Ø  Pada pasal 7 : Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasya­rakat, berbangsa dan bernegara yang pelaksanaannya disesuaikan dengan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuanya.
Ø  Di samping itu, mereka juga  mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat yang lain dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan (UU No.4/ 1997, ps.4, 6, 8, 12, 13, 14 dan 15, demikian juga UU No.14/1969, UU No.25/1997).

Ø  Hak-hak yang didapat bagi penyandang cacat atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan UU No.4 tahun 2009:
a.    pendidikan pada semua satuan, jalus, jenis dan jenjang pendidikan
b.    Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.
c.    Perlakuan yang sama untuk beroperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.
d.    Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.
e.    Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
f.      Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Ø  Kesempatan bagi penyandang cacat atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berdasarkan UU No.4/1997, Ps.10):
a.    Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.
b.    Penyediaqan aksesibilitas yang dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.
c.    Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud di atas diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
d.    Kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada satuan, jalus dan jenis serta jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
e.    Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan

(Sumber: Rehabilitasi Anak Luar Biasa oleh Dr. A. Salim Ch, Mkes)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dan Dasar Hukumnya

Seperti telah dijelaskan sebelumya, bahwa anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan. Tentunya layanan pendidikan yang diberikan akan berbeda dengan layanan pendidikan pada umumnya. Ada beberapa layanan pendidikan yang diberikan, seperti:
v  Pendidikan khusus (PKH) yaitu suatu sistem layanan pendidikan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan khusus peserta didik yang teridentifikasi sebagai berkelainan.
v  Pendidikan luar biasa berarti pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak dengan kelainan.
v  Pendidikan Layanan Khusus yaitu sistem pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus mereka yang tinggal di daerah terpencil, terbelakang, masyarakat adat terpencil, terkena bencana alam, bencana sosial, dan/atau keterbatasan secara ekonomi.
Layanan-layanan pendidikan tersebut telah diatur dalam Undang-undang, antara lain:
1.    Sisdiknas no 20 th 2003 ps.32 : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2.    SISDIKNAS, UU No.20/2003
-          Pasal 3 : fungsi dan tujuan pendidikan.
-       Pasal 5 (1): “warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.
-    Pasal 5 (2): Warga negara yang memiliki potensi  kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
3.    UUD 1945 (amandemen) ps.1
-      (1) “setiapwarga negara berhak mendapat pendidikan”
-      (2) “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membeayainya”.
4.    Pasal 32
-   (1) PKh: “pendididkan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulit dalam mengikut proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.
-   (2) PLK: pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masy adat yang terpencil, dan/atau menglm bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu secara ekonomi”
5.    UU No.23/2002 : Perlindungan Anak
-          Pasal 48: “pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 12 tahun untuk semua anak”.
-   Pasal 49: “Negara, pemerintah, keluarga, dan ortu wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”.
6.    UU No.4 / 1997 : Penyandang cacat
-           Passal 5: “setiap penyand cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghiupan”.
7.    PP No.19/2005 : Standar Nasional Pendidikan
-          Pasal 2 (1) lingkup standar nas pend : Standar isi, Standar proses, Standar komepensi lulusan, Standar pendidikan dan tenaga kependidikan, Standar sarana prasarana, Standar pengelolaan, Standar pembiayaan, Standar penilaian pendidikan.
8.    SE. Dirdikdasmen 380/C.C6/MN/2003 tentang pendidikan inklusi.
9.    Komitmen Bandung 8-14 Agustus 2004: Indonesia menuju pendidikan inklusi.
10. Deklarasi Bukittinggi (2005): beberapa prinsip pendidikan inklusi.

(Sumber: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Sampai saat ini sering sekali orang mendiskripsikan anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah mereka yang mempunyai fisik dan/ mental berbeda dengan orang pada umumnya dan hanya mereka yang memerlukan pelayanan/pendidikan khusus. Namun perlu diingat lagi bahwa pada undang-undang pasal 5 ayat 2 berbunyi bahwa “Warga negara yang memiliki potensi  kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Jenis anak berkebutuhan khusus, menurut :
A.   UU Sisdiknas tahun 2003 Pasal 32, ayat 1
              1.  Tunanetra.
2            2.  Tunarungu.
3            3. Tunawicara.
4            4. Tunagrahita: ringan (IQ=50-70), sedang (IQ=25-50), dan Down Syndrom.
5            5. Tunadaksa ringan, sedang.
6            6. Tunalaras(Dysrupetive), HIV AIDS & narkoba.
7            7. Autis, Sindroma Asperger.
8            8. Tunaganda.
9    9.Kesulitan Belajar/ Lamban Belajar ( Hyperaktis, ADD/ADHD, Dysgraphia/Tulis, Dyslexia/Baca, Dysphasia/Bicara, Dyscalculia/Hitung, Dyspraxia/Motorik).
1          10. a. Gifted : Potensi kecerdasan istimewa (IQ= Very Superior)  
b. Talented: Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences: Language, Logico-mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic Musical, Interpersonal, Natuural, Intrapersonal, Spiritual) & Indogo
B.   UU Sisdiknas Pasal 32, ayat 2
1      1. Anak-anak yang berada pada daerah terbelakang/terpencil/pedalaman/pulau-pulau, anak TKI di DN/DL, beberapa SILN (Sekolah Indonesia di Luar Negeri), trasmigrasi.
2      2.    Anak-anak yang berada pada masyarakat etnis  minoritas terpencil.
3    3. Anak-anak yang berada pada area/wilayah pekerja anak, pelacur anak/trafficking, lapas anak/anak di lapas dewasa, anak jalanan, anak pemulung.
4     4.    Anak-anak yang berada pada tempat pengungsian karena bencana alam.
5     5.    Anak-anak yang berada pada kondisi yang miskin absolute.

Jenis – jenis anak berkebutuhan khusus diatas yang memerlukan intrvensi/stimulasi dini dengan cara memberikan pelayannan/pendidikan khusus dengan tujuan membantu individu itu untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

(Sumber: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2009)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Seiring dengan berjalannya waktu, banyak sekali istilah yang digunakaan untuk menunjukan keadaan anak yang berkelainan, seperti anak luar biasa, anak berkebutuhan khusus, anak difable, anak yang unik/istimewa, bahkan ada yang menggunakan istilah anak cacat. Anak berkelainan pada dasarnya tidak berbeda dengan anak-anak normal lainya bila dipandang secara holistic (manusia seutuhnya). Dikatakan berkelainan dikarenakan adanya sesuatu hal yang merupakan kondisi pada anak menyimpang dari keadaan normal. Seorang anak dikatakan berkelainan dalam kontek pendidikan  akan berbeda dengan berkelainan bila dipandang dari sudut pandang disiplin ilmu yang lain. Lalu, apa pengertian anak berkebutuhan khusus itu??
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah individu yang kehilangan atau mengalami penurunan fungsi alat indera, mengalami masalah belajar atau masalah tingkah laku, dan yang mempunyai keistimewaan intelektual sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi yang masih dan/atau sudah dimiliki.
Secara lebih rinci Anak Berkebutuhan khusus adalah mereka yang karena satu dan lain hal secara signifikan menunjukan kesulitan dalam mengikutu pendidikan pada umumnya, kuranng mampu : Mengembangkan potensinya secara optimal, prestasi belajar yang dicapai berada dibawah potensinya, dank arena itu memerlukan perhatian dan pelayanan khusus untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan bakat dan kemampuan. Menurunnya fungsi atau hilangnya salah satu organk kalau tidak mengakibatkan permasalahan disebut disability. Sedangkan disability yang mengakibatkan masalah dalam interaksi dengan lingkungan disebut handicap. Namun apabila kemungkinan akan menjadi handicap disebut at risk.


(Sumber: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design